Angin bertiup dari selatan ke utara. Membawa kabar nasib yang belum saja berkecup mesra. Apa kabarmu? Bagaimana dengan korengmu? Sudahkah tak sebasah ketika kukatakan selamat berpisah? Pada setiap rindu yang belum kau kencani, aku katakan, selamat tidur sayang, semoga mimpimu nyaman.
Hari demi hari berlalu. Dada semakin menggebu. Menumpah darah rindu, berdegup jantungnya syahdu. Mengingatmu mengecup keningku. Melunturkan runyam di kepala dan di dada. Dada, yang ternyata itu mana buah juga.
Bermusim-musim sudah terlewati. Dari musim hujan hingga musim kecapi. Aku masih disini. Dari musim kawin hingga musim hujan lagi. Aku masih disini. Lama ini terasa sebentar jika amat dinikmati. Tangan tengadah meminta pada illahi. Merefleksi diri dengan secangkir kopi.
Berarak-arak awan membimbing ke masa depan yang diharapkan. Berbekal semangat juang dan serantang makanan akan kulawan. Melawan semua ketidakpastian. Pedangku lebih panjang dari lidahmu yang berkata seakan kau jagoan. Aku tidak takut dikalahkan. Sebab sebelum sholat, aku telah rancang catatan permintaan pada Tuhan. Karena Dia maha mengabulkan. Lebih dari kantor pegadaian.
Hari demi hari berlalu. Dada semakin menggebu. Menumpah darah rindu, berdegup jantungnya syahdu. Mengingatmu mengecup keningku. Melunturkan runyam di kepala dan di dada. Dada, yang ternyata itu mana buah juga.
Bermusim-musim sudah terlewati. Dari musim hujan hingga musim kecapi. Aku masih disini. Dari musim kawin hingga musim hujan lagi. Aku masih disini. Lama ini terasa sebentar jika amat dinikmati. Tangan tengadah meminta pada illahi. Merefleksi diri dengan secangkir kopi.
Berarak-arak awan membimbing ke masa depan yang diharapkan. Berbekal semangat juang dan serantang makanan akan kulawan. Melawan semua ketidakpastian. Pedangku lebih panjang dari lidahmu yang berkata seakan kau jagoan. Aku tidak takut dikalahkan. Sebab sebelum sholat, aku telah rancang catatan permintaan pada Tuhan. Karena Dia maha mengabulkan. Lebih dari kantor pegadaian.
Komentar
Posting Komentar